Ketika peperangan di Qadisiyah, peperangan besar Kaum Muslimin di bawah pimpinan Panglima Besar Sa’ad bin Abi Waqash, salah seorang dari sepuluh orang sahabat Rasulullah SAW, di zaman Khalifah Umar bin Khattab, berhadapan dengan Kerajaan Persia di bawah pimpinan Panglima Rustum. Sebelum berperang terlebih dulu Panglima Rustum meminta untuk berunding. Sa’ad bin Abi Waqash mengangkat Mughirah bin Syu’bah jadi Kepala Delegasi memenuhi anjuran berunding itu. Sebelum Utusan Muslimin datang, Rustum menyuruh disediakan jemputan dan sambutan untuk Utusan Islam itu dengan meriah sekali. Tenda-tenda berlapis sutera, hamparan permaidani beraneka warna, senjata lengkap, pedang-pedang yang bersarungkan emas dan perak, bertahtakan ratna mutu manikam. Wazir (mentri) dan orang-orang besar dan Panglima-Panglima Perang memakai mahkota-mahkota bertatahkan intan berlian, Rustum sendiri bersemayam di atas sebuah singgasana keemasan berturang-turang dengan mutiara dan merjan.
Semuanya siap menunggu perutusan Islam. Timbulnya penyambutan seperti itu adalah karena salah sangka. Mereka menyangka bahwa orang-orang Arab itu jika telah melihat harta benda kekayaan yang begini besarnya, menyilaukan mata, akan kendor hatinya untuk melanjutkan perang. Lalu suruh saja mereka pulang saja ke negerinya dengan membawa “oleh-oleh”.Melihat kekayaan itu, pasti orang-orang Arab itu akan mundur dan semangatnya patah. Begitulah yang dipikir oleh Rustum.
Tetapi setelah melihat penyambutan yang seperti itu, dari jauh Ketua Utusan telah mahfum apa yang dimaksud musuh dengan penyambutan begitu. Lalu dia berbisik kepada anggota-anggota perutusan,”Kalian lakukan apa yang nanti aku lakukan!”
Ketua Delegasi langsung masuk ke dalam ruang penyambutan yang beralaskan permaidani tebal dan berturangkan sutera itu tanpa turun dari kudanya. Setelah sampai di tengah ruangan, baru ia turun dari kudanya dan anggota-anggota delegasipun serentak turun, sehingga hamparan-hamparan mahal itu diinjak-injak oleh kuda. Kemudian mereka memautkan kuda-kuda tunggangan mereka pada tonggak-tonggak tenda yang dipasang, sehingga berbisik-bisiklah para pengawal bahwa Utusan-utusan Arab ini tidak tahu sopan santun dan etiket pergaulan raja-raja.
Setelah berhadapan dengan Utusan Kaum Muslimin tersebut, dengan sombong dan angkuhnya, Rustum menegur, seakan-akan kata memerintah :
“Apa yang menarik hati kalian keluar dari negeri kalian lalu menyerang ke dalam negeri kami yang kaya raya ini? Apakah karena kalian kurang makan? Jika demikian, pulanglah kembali. Akan kami perlengkapkan persediaan makanana buat kalian.
Apakah karena kalian bertelanjang, tidak berkain dan berbaju? Jika demikian, pulanglah! Akan kami sediakan kain baju sampai memuaskan kalian.
Apakah karena kalian melarat miskin? Jika demikian, pulanglah, kami akan memberi anugerah emas perak buat kalian, supaya kalian mengecap kekayaan pula”.
Mughirah bin Syu’bah (salah seorang sahabat yang langsung mendapat didikan juga dari Nabi SAW, yang nyaris menempeleng utusan Quraisy, pada perundingan di Hudaibiyah di tahun keenam Hijriyah, karena ketika bercakap, utusan Quraisy itu mengangkat-angkat tangannya dihadapan Nabi SAW, sehingga nyaris tersinggung jenggot Nabi SAW). Mughirah lalu menjawab pertanyaan Rustum :
“Engkau salah sangka! Bukan untuk apa yang engkau sangka itu kami datang menyerbu ke negeri ini dan siap berjuang berkuah darah bersabung nyawa. Bukan karena lapar, bukan karena bertelanjang kurang kain, kurang baju, bukan karena kekurangan perhiasan dan kekayaan dan kemegahan. Sudah engkau lihat sendiri, sepeserpun tidak ada harganya bagi kami permaidani-permaidani tebal ini, emas perak yang engkau hidangkan ini, mahlota-mahkota yang berhiaskan ratna mutu manikam yang memberatkan kepala kalian ini, bantal-bantal penyenang duduk berhiaskan mutiara dan merjan. Omong kosong semua. Bahkan kami datang kepada kamu kemari karena kami mempunyai tugas yang diterima langsung dari Allah, untuk menyampaikan Kalaimatul Haq, Kata-Kata Kebenaran kepada kalian. Kalian hidupdalm jalan fikiran yang gelap selama ini! Kami datang hendak membimbing kalian kepada tempat yang terang. Kalian selama ini hanya budak-budak dari benda-benda itu.Kalau kalian mau menerima ajakan dan anjuran kami, negeri ini tetap di tangan kalian dan kami akan pergi ke tempat lain pula menyerukan seruan ini, dan sejak kini kita hidup bersama dalam satu keyakinan dan Iman, tidak ada kelebihan kami dari kalian dan tidak ada kekurangan kalian dari kami”.
Tetapi Rustum mendengarkan jawaban itu dengan sombong dan angkuhnya, sehingga perundingan gagal, dan peperangan hebat Qadisiyah yang terkenal itupun terjadi. Kedaulatan Persia yang megah, Kerajaan Bani Sasan yang telah berusia beratus tahun sebelum itupun jadi runtuh. Maka tidaklah menolong kuda, kendaraan berpelana berterawang emas, pedang jinawi bersalut emas, mahkota bertatah ratna mutu manikam. Tidaklah ada faedahnya sama sekali, berhadapan dengan suatu tentara yang baru bangkit, penih keimanan, tidak takut mati, yang pedangnya memutuskan leher musuh bukan karena sarungnya emas, tetapi karena tangan yang mengayunkannya kuat dan mata pedangnya tajam.