Pada suatu malam, ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz berada di ruang kerjanya, memeriksa catatan keluar masuk dana Baitul Mal terdengar ketukan pintu .
Ruang kerja diterangi lampu minyak sekadarnya, hanya cukup terang untuk membaca berdekatannya tetapi tidak terlalu terang untuk bercermin di kaca . Khalifah tidak pernah bercermin kecuali kepada keteladanan Rasullulah dan para sahabat Nabi .
"Siapa di luar?" tanya Khalifah tanpa membuka pintu .
"Saya , Ayah," terdengar suara seorang pemuda .
"Ada keperluan apa?" tanya Khalifah .
"Saya disuruh ibu untuk membicarakan tentang beberapa masalah."
"Masalah apa?"
"Buka pintu dulu,Ayah . Izinkan saya masuk," jawab anaknya mendesak ingin masuk .
"Terangkan dulu apa masalahnya? Soal keluarga, soal masyarakat, atau soal negara? tanya Khalifah masih tetap tidak membukakan pintu untuk anaknya .
"Tentu sahaja urusan keluarga kita , Ayah," jawab anaknya kehairana melihat sikap ayahnya .
"Kalau begitu tunggu sebentar," sahut Khalifah dari dalam .
Khalifah Umar bin Abdul Aziz kemudian bangun dari tempat duduknya mendekati satu-satunya lampu minyak di bilik itu, dan kemudian meniupnya sehingga padam . Ruang kerja itu berubah gelap gelita . Lalu Khalifah membuka pintu dan anaknya disuruh masuk .
Pemuda itu semakin hairan melihat tingkah laku ayahnya . Knapa berbicara dalam ruangan yang gelap seperti ini? Apakah ayahnya sudah bingung atau berubah ingatan? Apakah terlalu keras ,
tindakannya menjadi aneh di luar kebiasaan orang waras ?
Dengan agak sangsi dan sedikit takut pemuda itu bertanya ingin tahu kepada ayahnya .
"Ayah, di ruang ini cuma ada satu lampu, mengapa ayah padamkan? Apakah kita akan berbincang dalam gelap?"
"Benar , kalu kita berbicara di dalam bilik ini, kita akan berbicara dalam keadaan gelap," jawab Khalifah .
Mengapa, Ayah?
"Apakah kau tahu bilik apa ini?"
"Bilik kerja Ayah .
"Siapakah Ayahmu?"
"Amirul Mukminin , Khalifah seorang pemimpin negara," jawab anak muda itu semakin tidak mengerti . Bahkan dia menjadi semakin curiga ayahnya telah mabuk kekuasaan sehingga hilang akal sihatnya .
Itulah jawapannya. Kerana ayahmu seorang pemimpin , maka kita akan berbicara tanpa lampu penerang di ruang ini."
"Mengapa?"
"Yang akan kita bicarakan adalah masalah keluarga, sedangkan lampu itu minyaknya dibeli dengan wang negara, wang rakyat . Aku tidak mahu urusan keluarga hingga merugikan milik rakyat, kepunyaan negara . Ruang ini adalah bilik kerja untuk kepentingan rakyat dan negara . Tidakkah kau tahu bahawa kekuasaan adalah amanah yang akan diminta pertangungjawab oleh Allah kelak di Hari Pembalasan?"
Mendengar penjelaan ayahnya, barulah pemuda itu mengerti tentang apa yang dilakukan oleh ayahnya . Yang tidak mahu merugikan rakyat dan negara kerana urusan peribadinya.
Ruang kerja diterangi lampu minyak sekadarnya, hanya cukup terang untuk membaca berdekatannya tetapi tidak terlalu terang untuk bercermin di kaca . Khalifah tidak pernah bercermin kecuali kepada keteladanan Rasullulah dan para sahabat Nabi .
"Siapa di luar?" tanya Khalifah tanpa membuka pintu .
"Saya , Ayah," terdengar suara seorang pemuda .
"Ada keperluan apa?" tanya Khalifah .
"Saya disuruh ibu untuk membicarakan tentang beberapa masalah."
"Masalah apa?"
"Buka pintu dulu,Ayah . Izinkan saya masuk," jawab anaknya mendesak ingin masuk .
"Terangkan dulu apa masalahnya? Soal keluarga, soal masyarakat, atau soal negara? tanya Khalifah masih tetap tidak membukakan pintu untuk anaknya .
"Tentu sahaja urusan keluarga kita , Ayah," jawab anaknya kehairana melihat sikap ayahnya .
"Kalau begitu tunggu sebentar," sahut Khalifah dari dalam .
Khalifah Umar bin Abdul Aziz kemudian bangun dari tempat duduknya mendekati satu-satunya lampu minyak di bilik itu, dan kemudian meniupnya sehingga padam . Ruang kerja itu berubah gelap gelita . Lalu Khalifah membuka pintu dan anaknya disuruh masuk .
Pemuda itu semakin hairan melihat tingkah laku ayahnya . Knapa berbicara dalam ruangan yang gelap seperti ini? Apakah ayahnya sudah bingung atau berubah ingatan? Apakah terlalu keras ,
tindakannya menjadi aneh di luar kebiasaan orang waras ?
Dengan agak sangsi dan sedikit takut pemuda itu bertanya ingin tahu kepada ayahnya .
"Ayah, di ruang ini cuma ada satu lampu, mengapa ayah padamkan? Apakah kita akan berbincang dalam gelap?"
"Benar , kalu kita berbicara di dalam bilik ini, kita akan berbicara dalam keadaan gelap," jawab Khalifah .
Mengapa, Ayah?
"Apakah kau tahu bilik apa ini?"
"Bilik kerja Ayah .
"Siapakah Ayahmu?"
"Amirul Mukminin , Khalifah seorang pemimpin negara," jawab anak muda itu semakin tidak mengerti . Bahkan dia menjadi semakin curiga ayahnya telah mabuk kekuasaan sehingga hilang akal sihatnya .
Itulah jawapannya. Kerana ayahmu seorang pemimpin , maka kita akan berbicara tanpa lampu penerang di ruang ini."
"Mengapa?"
"Yang akan kita bicarakan adalah masalah keluarga, sedangkan lampu itu minyaknya dibeli dengan wang negara, wang rakyat . Aku tidak mahu urusan keluarga hingga merugikan milik rakyat, kepunyaan negara . Ruang ini adalah bilik kerja untuk kepentingan rakyat dan negara . Tidakkah kau tahu bahawa kekuasaan adalah amanah yang akan diminta pertangungjawab oleh Allah kelak di Hari Pembalasan?"
Mendengar penjelaan ayahnya, barulah pemuda itu mengerti tentang apa yang dilakukan oleh ayahnya . Yang tidak mahu merugikan rakyat dan negara kerana urusan peribadinya.